PETILASAN BATURSIGIT NGROTO
PETILASAN BATURSIGIT NGROTO
Setelah rakit yang rusak selesai
diperbaiki, perjalanan dilanjutkan lagi. Tetapi ketika sampai di suatu
pedukuhan (sekarang daerah Ngroto-Gubug), ada salah satu rakit tersangkut pohon
di pinggir sungai. Karena tali pengikat rakit putus, rombongan berhenti untuk
mengikatnya.
Ketika para santri sedang mengikat
rakit, tiba-tiba terdengar suara adzan magrib dari arah dukuh di dekatnya. Para
santri bergegas menuju dukuh itu, untuk melaksanakan sholat. Ketika bertanya
pada penduduk, dijawab bahwa di daerah itu tidak ada surau. Akhirnya para
santri melaksanakan sholat pada sebidang tanah datar, yang terletak di pinggir
sungai. Demikian juga waktu Imsya, suara adzan terdengar kembali. Mereka
berusaha mengamati arah datangnya suara adzan itu. Menurut mereka datangnya
suara adzan dari arah Barat Laut, searah dengan kraton Glagahwangi.
Konon cerita di tempat itu, rombongan
bermufakat akan mendirikan masjid. Mereka akan mendirikan masjid itu, hanya
dalam waktu semalam. Malam itu bulan bersinar sangat terang, sehingga sinarnya
dapat membantu para santri dalam bekerja. Secara beramai-ramai mereka
mendirikan tiang-tiang calon masjid, kadang diselingi pula oleh bunyi palu dan
gergaji memotong kayu.
Ternyata suara ramai mereka
membangunkan penduduk pedukuhan itu. Karena bulan bersinar terang, penduduk
mengira sudah pagi. Perawan desa bergegas mengambil padi dari lumbung, untuk
ditumbuk menjadi beras. Sebentar kemudian terdengar ramai, suara antan beradu
dengan lesung.
Bunyi orang menumbuk padi itu, telah
membangunkan ayam milik penduduk pedukuhan. Binatang itu berlari ke tempat
orang yang sedang menumbuk padi, untuk mencari ceceran gabah di sekitarnya.
Semakin ramailah ditempat itu oleh adanya suara ayam mengais gabah, yang kadang
diselingi suara kokok ayam jantan bersahut-sahutan. Terkejutlah para santri
mendengar suara kokok ayam, dan mereka mengira hari sudah pagi. Lemaslah tubuh
mereka semua, karena upaya mendirikan masjid dalam semalam telah gagal. Sambil
menggerutu mereka membongkar masjid yang hampir jadi, dan diusung ke pinggir
sungai untuk diikat menjadi rakit.
Ketika para santri sedang membongkar
bangunan masjid, ternyata bulan masih bersinar tinggi di atas. Barulah mereka
semua sadar, bahwa saat itu masih tengah malam. Mereka mencari arah datangnya
suara kokok ayam, yang ternyata dari tempat para perawan yang menumbuk padi.
Karena badan lelah kurang tidur, ada seorang santri mengeluarkan umpatan kepada
para perawan desa itu.
Konon dalam umpatannya mengatakan, sampai besok di dukuh
itu akan selalu ada perawan tidak laku kawin. Menurut cerita masyarakat desa
Ngroto sekarang, umpatan itu ternyata menjadi kenyataan. Konon sejak dulu
hingga sekarang, di desa Ngroto selalu ada perawan desa tidak laku kawin.
Apakah hal itu disebabkan umpatan santri zaman dulu, wa llahu a’lam bish
shawab.
Bekas tempat akan didirikannya masjid
tersebut, oleh penduduk pedukuhan diberinya nama ”Batur Sigit ”, (batur artinya
tanah yang tinggi, sedangkan sigit artinya masjid). Karena tanah itu sampai
sekarang terkenal wingit, sehingga masyarakat desa Ngroto tidak ada yang berani
menggunakannya sebagai ladang atau tempat tinggal.
0 Response to "PETILASAN BATURSIGIT NGROTO"
Posting Komentar