TRADISI APITAN DI NGROTO
TRADISI
APITAN DI NGROTO
(kiriman
CahNgroto.Net dan Heri Siswanto)
Tradisi
Apitan atau sedekah bumi di desa Ngroto-Gubug diselenggarakan dengan penuh
kesederhanaan di kediaman Kepala Desa. Dalam pelaksanaan tradisi apitan
tersebut, diisi dengan do'a bersama yang dipimpin oleh K.H Munir Abdulloh
bersama tokoh dan sesepuh desa serta diikuti oleh semua warga di desa Ngroto.
Tradisi
Apitan atau biasa dinamakan dengan sedekah bumi, diselenggarakan setiap tahun
sekali di bulan Dzul Qo'dah (Hijriyah) atau bulan Selo/Apit (Jawa). Menurut
para tokoh dan sesepuh desa, tradisi ini dinamakan "Apitan", karena
diambil dari nama bulan dalam kalender jawa saat diselenggarakannya acara
tersebut. Apit/Selo sendiri adalah penyebutan oleh masyarakat lokal, untuk
bulan yang berada diantara dua hari raya, Hari Raya I'dul Fitri (Syawal) dan
I'dul Adha (Besar).
Ada
beberapa tradisi menarik pada setiap pelaksanaan pada masing-masing desa, yang
seperti di desa Ngroto antara lain dilaksanakan tradisi
"Sirat-siratan". Tradisi tersebut dilakukan dengan mengguyur seluruh
badan para perangkat desa, menggunakan dawet (cendol). Sebelum diguyur dengan
dawet, Kepala Desa bersama Perangkat Desanya berputar beberapa kali
mengelilingi rumah Kepala Desa, sambil berlari kecil, seakan menghindar dari
lecutan cambuk (pecut) yang dibawa oleh perangkat desa lain yang ikut mengejar
dari arah belakang. Sesekali menyiramkan/memercikkan air dawet yang kadang
dicampur rujak dari bermacam buah, pada tubuh Kepala Desa dan juga dinding
rumahnya. Setelah selesai mengitari rumah, kendi yang berisi air dawet dan
pecahan uang logam dipecah diatas tumpukan tebu atau tanaman lain, yang
kemudian ditanam didepan rumah Kepala Desa.
Selain
acara "Sirat-siratan", pada acara tradisi tersebut juga diisi dengan
do'a bersama, yang dipimpin oleh Tokoh agama dan sesepuh setempat dengan
diikuti oleh warga desa. Selesai acara do'a, makan bersama menjadi saat
kebersamaan bagi seluruh warga desa yang mengikuti rangkaian acara. Berbagai
makanan (ambengan) yang dibawa oleh Perangkat Desa dalam wadah
"Trempelang" (baki/nampan extra besar yang terbuat dari kayu
berdiameter 1 - 1,5 meter) dan juga yang dibawa oleh warga menjadi menu
istimewa dalam tradisi apitan.
Dalam
acara makan bersama, ada satu keunikan lain yang biasa dilakukan oleh warga
Ngroto, yaitu makan bersama "Sego Galeng", Adapun yang dimaksud
dengan sego galeng, yaitu nasi dengan bermacam lauk pauk tradisional
ditempatkan diatas daun pisang yang diletakkan memanjang 3-6 meter seperti
galengan (pematang sawah).
0 Response to "TRADISI APITAN DI NGROTO"
Posting Komentar