Tayub
TAYUB
Konon
cerita tayub pertama kali digelar pada waktu Jumenengan Prabu Tunggul Ametung.
Yang kemudian berkembang ke kerajaan Kediri dan Mojopait. Pada Jaman Kerajaan
Demak, kesenian Tayub jarang dipentaskan, dan hanya dapat dijumpai di daerah
pedesaan-pedesan yang jauh dari pusat kota kerajaan. Seiring berjalannya waktu,
sejak berdirinya kerajaan Pajang dan Mataram, kesenian ini mulai digali
kembali. Malahan pada waktu itu Tayub dijadikanTarian Beksan di Keraton yang
digelar hanya pada waktu acara-acara ada khusus. Namun disayangkan, penjajah
Belanda memasukkan unsur negatif yang dikenal dengan 3C, Cium, Ciu dan Colek.
Tayub yang telah terkena pengaruh negatif dari penjajah Belanda terus
terpelihara hingga pemerintahan dipegang oleh Sunan Pakubuwono III. Sewaktu
pemerintahan dipegang oleh Sunan Pakubuwono ke IV, beliau tidak berkenan dengan
adanya pengaruh negatif tersebut, akhirnya tayub ditetapkan sebagai tari
Pasrawungan di masyarakat. Selanjutnya kesenian tayub mengalamiperkembangan di
daerah Sragen, Wonogiri dan Grobogan.
Citra
kesenian tayub pada waktu itu, diperburuk oleh ulah para penari pria atau
penonton. Para penari biasa memberi sawer dengan cara memasukkannya ke kemben
atau kain penutup dada. Dengan demikian muncul kesan bahwa penayub itu
”murahan”. Tetapi, di era sekarang hal semacam itu sudah amat jarang terjadi
Tayub,
ada yang mengartikan sebagai ditata supaya guyub (diatur agar rukun). Bagi
penduduk asli kabupaten Grobogan, pasti tahu banget soal kesenian ini. Langen
Tayub dikenal dengan Langen Beksan atau Ledhek adalah kesenian, yang
menyuguhkan gemulainya para penari cantik yang biasa disebut Ledhek. Alunan
merdu gending-gending jawa lewat tembang dan iringan seperangkat gamelan, serta
adanya penikmat tari (penayub) yang rela antri demi menari bersama ledhek. Para
ledhek ini berpenampilan cantik lengkap dengan sanggul, kemben dan sampur.
Ledhek memiliki arti Lodhok atau lubang besar, jaman dulu banyak yang
memperlakukan ledhek secara “nakal”. Entah itu curi-curi mencium pipi si
Ledhek, atau pegang-pegang area tubuh. Bermula dari itu Ledhek dianggap sebagai
hiburan yang negatif, karena ulah para penari yang nakal itu dan fenomena itu
terjadi sebelum tahun 1970an.
Di
era modern istilah Ledhek diganti dengan Larasati, dengan maksud agar citra
negatif Ledhek selama ini bisa berubah menjadi sebuah kesenian yang positif.
Hal ini bisa dilihat dari bermetamorfosisnya dari segi pakaian para Larasati
yang sudah tertutup namun tetap menampilkan kesan sexy, dan juga aturan-aturan
bagi para penari agar tidak nakal dengan para Larasati. Selain itu ada semacam
nomor antrian untuk giliran menari jadi berjalannya kesenian ini bisa tertib
dan tidak berebut.
Yang
menarik dari kesenian ini adalah gambaran kerukunan, kebersamaan, dan
kebahagiaan kaum rakyat kecil. Yang mana kata bapak sebagai narasumber saya
kali ini, dulu kesenian ini adalah kesenian paling murah dan dinikmati rakyat
kecil. Selain itu ritual dan adat-adat jawa disini sangatlah kental. Ada
beberapa tahapan sebelum kesenian ini dimulai. Namanya kesenian jawa tentu
tidak lupa memberikan syarat bagi sesepuhnya terlebih dahulu.
Ritual
pertama adalah duduk penghormatan kepada si empunya rumah. Dimana si tuan rumah
dipersilahkan duduk dengan diapit para Larasati yang sambil menyanyikan sebuah
gending jawa. Maknanya adalah memohon kepada Tuhan, si tuan rumah, dan para
tamu agar pelaksanaan kesenian ini berjalan dengan lancar. Simbol persembahan
ini melalui gending-gending pembuka seperti Jineman Uler Kambang (dalam berbuat
kita harus berhati-hati dan pelan-pelan), dilanjutkan gending romantis seperti
Sinom Parijotho atau Sinom Nyamat, dan juga gending Pangkur palaran (kita
tinggalkan hal-hal buruk untuk mencapai kebaikan).
Ada
juga ritual luwaran. Ritual ini ada jika si tuan rumah pernah memiliki ujar
atau janji kepada Tuhan YME. Istilah lain sih nadzar. Misal jika sakit-sakitan
dan bisa sembuh maka akan mendatangkan kesenian Ledhek di rumah, atau kalau
anak pertama yang lahir adalah cowok nanti kalau umur 1 bulan ditanggapin
Ledhek. Seperti bapak dulu pernah berjanji kalau saya lahir sebagai cowok maka
akan ditanggapin Ledhek, lha keluarnya cewe yaa dibarengin waktu nikahan mbak
ajah. Hahaha.. Balik lagi soal ritual luwaran, ubo rampe yang disediakan adalah
kupat luwar (ketupat yang berbentuk jajar genjang), beras kuning, telur ayam
jawa, pusaka keris, dan juga kendi berisi air. Dimana tata caranya setelah si
tuan rumah menyampaikan ikrar/janjinya, kemudian berdoa dan setelah itu telur
jawa bersama kendi dibanting. Terakhir beras kuning disebar sebagai tanda janji
sudah di luwari atau terlaksana.
Kesenian
ini diambil dari Segi positif :
•
Merupakan kesenian paling dinamis, sopan, dan tertib. Dalam hal ini saya
membandingkan dengan hiburan dangdut yang sering diwarnai aksi saling senggol
dan tawuran. Kerap terjadi sih didaerah saya.
•
Budaya jawa, kerukunan, persahabatan dan silaturahmi nampak lebih kental. Tak
jarang ketika acara hajatan atau sedekah bumi banyak orang-orang dari luar
daerah yang datang untuk menikmati kesenian langen tayub.
•
Mewariskan tradisi leluhur yang mana globalisasi sekarang ini berdampak
kesenian lokal semakin terpinggirkan.
•
Seperti yang saya katakan sebelumnya, Tayub adalah kesenian rakyat kecil tetapi
sekarang ini sudah merambah ke kaum menengah atas.
Kesenian
ini diambil dari Segi negatif :
•
Adanya kesenian ini bisa juga dipakai ajang untuk menikmati miras.
•
Memicu keretakan rumah tangga. Bagi para pencemburu sih harus hati-hati kalau
suaminya menyukai kesenian ini. Hahaha…
•
Bagi kaum fanatik agama pasti sangat menolak dengan keberadaan kesenian ini.
Maaf bukan SARA tapi realita seperti ini yang terjadi.
Kesenian
Langen tayub tidak akan tenggelam atau bahkan hilang, dengan diusahakan sebagai
berikut :
•
Diinovasi dari segi pelaksanaannya agar tidak sampai larut malam
•
Pemkab bersama disporabudpar untuk mengadakan lomba tayub. Tujuannya adalah
mencari bibit baru sebagai penerus kesenian Langen Tayub.
• Memberikan wadah
bagi para pecinta kesenian ini dengan membentuk sebuah paguyuban tayub agar
tidak hilang, atau membuat sebuah sanggar khusus untuk belajar dan berlatih
tayub, baik berlatih nyinden, main gamelan, sampai menari
0 Response to "Tayub"
Posting Komentar